Rabu, 25 Januari 2012

Berhasilkah PBB dalam Menjamin Perdamaian Dunia


Di mana peran PBB sebagai institusi internasional yang paling bertanggung jawab atas perdamaian dan stabilitas percaturan politik internasional? Mengapa PBB tidak pernah mampu mengambil alih kasus internasional yang melibatkan negara-negara kuat di dalamnya? Sebagai institusi internasional terbesar, PBB bertugas menjaga stabilitas internasional yang terwujud dalam tiga hal: peningkatan perdamaian; penciptaan perdamaian; dan pemeliharaan perdamaian. Kenyataannya, tugas itu kerap menghadapi hambatan yang justru datang dari anggotanya sendiri. Dalam kasus yang berkait dengan negara yang memiliki power relatif lemah, peran PBB terlihat amat menonjol dan kuat.

Tetapi dalam menghadapi aksi negara kuat, PBB justru sebaliknya, terlihat lemah tidak berdaya. Ini terjadi karena dalam hubungan internasional, pembangunan dan pelaksanaan suatu hukum, kaidah, dan tata aturan berbagai kesepakatan lembaga internasional, selalu mengalami aneka hambatan dan ketidak-efektivan karena terhadang batasan kedaulatan setiap negara atau tidak adanya lembaga internasional “otoritatif” yang berkompeten dalam pengaturan sistem internasional.

Hukum internasional dan berbagai norma organisasi internasional banyak ditaati, tetapi negara-negara besar dapat melanggarnya jika mereka mau tanpa ada sanksi berarti dari negara-negara lain atau PBB sekalipun. Dengan nada mengejek, Stalin menganalogkan PBB seperti Paus, tidak memiliki pasukan militer sendiri serta perindustrian untuk menghasilkan berbagai komoditas yang dapat digunakan guna mengubah kebijakan eksternal maupun internal suatu negara.

Sehari sebelum peringatan kelahiran PBB tahun ini, gerilyawan Taliban melancarkan serangan terhadap kantor PBB di Heart, Afghanistan. Ini bukan kejadian yang pertama kali. Serangan seperti ini juga pernah terjadi di kantor PBB di Baghdad, Irak, yang dilakukan oleh kelompok perlawanan. Serangan serupa juga pernah dilakukan oleh milisi bersenjata Somalia. Dan, yang cukup miris, adalah serangan militer Israel terhadap Kantor pusat badan PBB yang mengurusi pengungsi Palestina (UNRWA).
Sementara di tempat lain di berbagai belahan dunia, seperti di Semenjung Korea, di Timur Tengah, di Amerika latin, dan Di benua Afrika, intervensi imperialisme telah menaikkan ketegangan politik dan militer di kawasan tersebut.
Sebagaimana ditulis dalam pasal 1 piagam PBB, yaitu menjaga perdamaian dan kemanan internasional, 65 tahun perjalanan PBB telah menaikkan pertanyaaan besar: apakah PBB sudah berhasil menjadi bagian penting dari upaya menegakkan perdamaian dan keamanan internasional?
Imperialisme, yang menghendaki pencaplokan atau penundukan terhadap negeri-negeri yang kaya akan sumber daya alam di belahan dunia selatan, telah mengijinkan “campur tangan” negara-negara maju, terutama sekali Amerika Serikat, terhadap masalah atau kedaulatan nasional negara-negara dunia ketiga. Hampir di berbagai medan konflik di dunia, seperti di Timur tengah, Afghanistan, di Afrika, di semenanjung Korea, adalah daerah perebutan pengaruh dan hegemoni untuk menguasai sumber-sumber ekonomi dan kepentingan bisnis di kawasan tersebut.
Indonesia sendiri punya hubungan yang panjang dengan PBB. Indonesia pernah berterima kasih kepada PBB atas bantuannya dalam meja perundingan melawan kolonialis Belanda. Namun, Indonesia juga pernah dibuat merah telinganya karena keputusan PBB mengangkat Malaysia, negara baru yang dianggap bentukan imperialis Inggris untuk mengepung Indonesia, sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan. Karenanya, pada tanggal 6 Januari 1960, Presiden Soekarno menyatakan Indonesia keluar dari PBB sebab organisasi internasional itu semakin dikendalikan oleh nekolim.
Sekarang ini, seiring dengan semakin jatuhnya hegemoni imperialisme AS, dunia sedang berhadapan dengan tuntutan multi-polarisme. Semakin banyak negara dan bangsa yang menginginkan dunia baru, yaitu dunia tanpa penindasan manusia atas dan penindasan bangsa atas bangsa.
Untuk mencapai tujuan itu, maka seperti yang sudah disampaikan oleh Bung Karno sejak tahun 1960, PBB perlu direorganisasi sesuai dengan tuntutan dan kenyataan-kenyataan baru di dunia ini. Sudah semestinya hak veto dari lima negara, yaitu  Amerika Serikat, Inggris, Prancis, China dan Rusia, ditinjau kembali untuk dihapuskan.
Kepemimpinan PBB harus dijabat secara kolektif oleh semua negara anggota secara bergantian. Setiap negara anggota harus diperlakukan sederajat dan bermartabat, tidak ada lagi perlakuan khusus dan diskriminasi. Demikian pula dengan persoalan hak dan kewajian masing-masing anggota, sudah seharusnya diletakkan dalam perlakuan yang setara dan adil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Komentarnya:)

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...